Cerpen ini mengisukan pandangan orang-orang tentang perempuan itu tempatnya di dapur. Kadang saya masih suka mendengar dan mendapat pernyataan bahwa seorang perempuan harus bisa memasak terlebih kalau sudah menikah. Hal itu digambarkan Intan lewat tokoh bernama Marini. Marini baru saja menikah dengan Farid dan memasak bukanlah kesukaannya. Farid tahu dan memahaminya, tapi tidak dengan keluarganya. Ketika mau mengadakan acara ngunduh mantu di rumah mertuanya, Marini merasa gerah dengan pertanyaan dan celetukan keluarga suaminya perihal lamanya ia mengiris wortel. Ketika Marini hendak membeli garam, ia melihat seorang perempuan tua sedang menyirami tanaman di pekarangan. Perempuan tua itu bernama Mak Ipah. Mak Ipah adalah seorang ibu yang dianggap gila dan dilupakan oleh orang-orang di kampungnya. Kematian anaknya yang tragis menyebabkan ia bungkam terlalu lama, tidak mengindahkan keadaan di sekitar, dan yang dilakukannya setiap hari hanyalah menyirami tanaman. Satu-satunya orang yang peduli padanya hanyalah Marini.
Lewat tokoh Marini pembaca bisa melihat adanya bentuk keterbatasan dalam berperilaku pun hal-hal yang masih menjadi aturan dan membuatnya tidak bisa bergerak dengan bebas. Lewat tokoh Mak Ipah tergambar betapa besar rasa cinta Mak Ipah pada anaknya. Kematian anaknya mampu membuat Mak Ipah melakukan hal tak terduga. Cerpen menarik sekaligus tragis. Mak Ipah dan Bunga-Bunga adalah cerpen dengan cerita di mana kekejian yang dilakukan Mak Ipah dapat dianggap sebagai hal wajar dan bahwa memasak itu perihal kesukaan bukan keharusan. Pula bukan kemauan yang dapat dipaksakan.
Comments
Post a Comment