Skip to main content

ANALISA Teks A & B

            Teks A yang diambil dari buku kumpulan kartu Mice Cartoon, Obladi Oblada Life Goes on, karya Muhammad Mice Misrad pada tahun 2012 memiliki persamaan dan perbedaan dari Teks B yang disadur dari tulisan opini karya Wieke Gur, Kompas pada November, 2009. Persamaan dari Teks A dan Teks B adalah teks tersebut sama-sama menjelaskan tentang penggunaan bahasa Indolish di zaman sekarang. Namun, menurut saya teks A ini lebih disasarkan kepada anak-anak hingga remaja karena teks A memiliki gambar-gambar yang menarik dan mudah dibaca. Teks B ini lebih disasarkan kepada orang dewasa karena teks B adalah teks yang berupa berita. Dari cara penulis menjelaskan pun juga sudah berbeda karena dapat dilihat bahwa memang teks B memiliki penjelasan yang lebih panjang dan komplit. Penjelasan teks A dan B juga memiliki latar belakang yang sama yaitu penulis ingin menyampaikan bahwa memang benar bahasa Indonesia bukan lagi bahasa yang formal dan juga di zaman globalisasi yang meningkat ini, bahasa Indonesia bukanlah lagi bahasa yang formal untuk bahasa sehari-hari tetapi bahasa yang sudah memiliki campuran dari bahasa Indonesia dan Inggris. Walaupun penulis menyampaikannya dengan cara berbeda, mereka tetap memiliki tujuan yang sama dalam menjelaskan. 

Pesan Penulis dari teks ini adalah bahwa di globalisasi yang semakin meningkat, dapat berkurangnya bahasa Indonesia yang formal. Penulis juga menyampaikan bahwa bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang pertama sekarang karena masuknya pengajaran bahasa inggris pada masa globalisasi saat ini. Seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa bahasa Indonesia sudah tidak bahasa yang pertama, memang benar dikatakan di teks B bahwa sejak runtuhnya pemerintah Orde Baru gejala menyelipkan kosakata asing sudah mempengaruhi wacana lisan formal dan banyak dilakukan para intelektual. Pada teks A, penulis lebih menggunakan refrensi yang berupa orang. Orang-orang tersebut adalah dialog pada anak dan neneknya. Pada teks B, penulis menggunakan berita yang menjelaskan bahwa terdapat pidato seorang presiden Republik Indonesia. 
 

Gaya bahasa yang digunakan pada kedua teks A dan B sama-sama menggunakan bahasa Indolish. Namun, pada teks A penulis lebih menjelaskan secara singkat dengan memberi contoh bahasa Indolish yang berupa dialog. Pada teks B selain penulis memberi contoh bahasa Indolish, penulis juga menjelaskan beberapa informasi berupa berita. Penulis telah menggunakan metafora yaitu membandingkan suatu benda dengan benda yang lain. Pada teks ke dua, yang terdapat dalam kalimat ke 50 telah dikatakan bahwa “secara teknis memang mudah menterjemahkan suatu kalimat dari satu bahasa ke bahasa lain, namun untuk menterjemahkan sikap dan nilai budaya suatu bangsa tidaklah semudah itu.” Selain gaya bahasa, nada bahasa dari kedua teks tersebut terlihat berbeda.
Menurut saya, pada teks A penulis menggunakan nada kalimat yang selalu bergembira dan juga menjelaskan secara emosional dan menekan. Ini dapat dibuktikan dilihat dari kalimat-kalimat berikut ini : “If you happy and you know it, say Horeeee !’’. Dengan penulis menggunakan tanda seru, pembaca dapat mengerti bahwa dialog tersebut menggambarkan emosi yang bahagia. Namun pada Teks B penulis menggunakan nada kalimat yang lebih bersahabat dalam arti ialah penulis berusaha untuk menjelaskan secara detail dan memberikan beberapa penjelasan hal-hal postif seperti motivasi untuk para pembaca. Pada Teks A, penulis menggunakan sedikit dialog sindiran. Dialog sindiran tersebut adalah, “Tuh kan.. Aku bilang juga apa ?! Orang bule juga nggak ajarin kita anaknya ngomong Indonesia kok”. Pada Teks B, penulis lebih menggunakan penjelasan yang kuat sebagai bukti untuk memberikan motivasi kuat kepada para pembaca. Dikarenakan teks B berbentuk berita, tentunya ada banyak pokok-pokok informasi yang kuat untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca mengenai bahasa Indolish di masa kini. Tentunya dari nada-nada yang digunakan dan dijelaskan para penulis, pembaca dapat lebih mengerti apa yang ingin disampaikan lewat teks kedua tersebut. Hal ini juga dapat dikatakan karena dengan penulis menggunakan nada tersebut, teks keduanya akan lebih menguras emosi dan dapat memberikan efek emosional kepada para pembaca. 
 

Gaya pengarang pada kedua teks sangat berbeda. Pada teks A, penulis menggunakan penjelasan dengan menggunakan bahasa sehari-hari dan menurut saya mungkin penulis juga menggunakan alat bantu untuk menunjukan teks ini di majalah atau buku anak-anak. Pada teks B, penulis menggunakan adanya wawancara dan narasumber. Penulis juga menggunakan alat bantu untuk menjelaskan teks B ini di koran. Dari penggunaan gaya pengarang ini, penulis dapat membantu para pembaca untuk mengerti gagasan utama karena secara tidak langsung telah diberi kelompok dimana teks A atau B dikelompokkan pada anak kecil, remaja, hingga dewasa. 
Tipe teks A adalah dialog. Dari dialog tersebut, teks ini tentunya mudah dimengerti para pembaca karena penulis menjelaskan dengan singkat, padat, dan jelas. Namun dari teks yang singkat, padat, dan jelas teks ini justru menyimpang dari tipe teks pada umunya dikarenakan teks A ini tidak menggunakan introduksi, isi, dan konklusi namun langsung menggunakan penjelasan dengan bahasa sehari-hari. Tipe teks B adalah berita. Dari berita tersebut, teks ini menjelaskan dengan informasi yang sangat banyak. Karena bersifat berita atau bisa disebut juga artikel, teks ini selaras dengan tipe teks pada umumnya yaitu dengan penggunaan itroduksi, isi, dan konklusi.


Credits: Abel, Angeline, Kelly

Comments

Popular posts from this blog

SIHIR PEREMPUAN - MAK IPAH DAN BUNGA - BUNGA

Cerpen ini mengisukan pandangan orang-orang tentang perempuan itu tempatnya di dapur. Kadang saya masih suka mendengar dan mendapat pernyataan bahwa seorang perempuan harus bisa memasak terlebih kalau sudah menikah. Hal itu digambarkan Intan lewat tokoh bernama Marini. Marini baru saja menikah dengan Farid dan memasak bukanlah kesukaannya. Farid tahu dan memahaminya, tapi tidak dengan keluarganya. Ketika mau mengadakan acara ngunduh mantu di rumah mertuanya, Marini merasa gerah dengan pertanyaan dan celetukan keluarga suaminya perihal lamanya ia mengiris wortel. Ketika Marini hendak membeli garam, ia melihat seorang perempuan tua sedang menyirami tanaman di pekarangan. Perempuan tua itu bernama Mak Ipah. Mak Ipah adalah seorang ibu yang dianggap gila dan dilupakan oleh orang-orang di kampungnya. Kematian anaknya yang tragis menyebabkan ia bungkam terlalu lama, tidak mengindahkan keadaan di sekitar, dan yang dilakukannya setiap hari hanyalah menyirami tanaman. Satu-satunya orang yang p

SIHIR PEREMPUAN - PEREMPUAN BUTA TANPA IBU JARI

Tentang seorang perempuan yang ibunya menikah lagi dengan seorang duda beranak satu. Ia selalu iri dan benci dengan adik tirinya, Larat, yang memiliki paras cantik dan kulit kuning bercahaya. Pun iri dengan segala yang diperoleh Larat. Suatu ketika Gusti Pangeran mengadakan sebuah pesta. Di pesta itu Gusti Pangeran kehilangan putri sejatinya dan yang tertinggal hanya sepatunya. Gusti Pangeran mencari-cari pemilik sepatu itu. Ketika ia tiba di rumah Larat, hal yang mengerikan harus dilakukan oleh kakak tiri Larat demi bisa diboyong ke istana dan menjadi ratu. Dalam perjalanan ke istana datanglah seekor burung yang membuka rahasia kakak tiri Larat. Setelahnya, peristiwa-peristiwa mengerikan terjadi pada kedua kakak tiri Larat dan ibu tirinya pun bernasib buruk hingga mereka bertiga berakhir dengan amat menyedihkan. Cerpen yang mengadopsi dongeng Cinderella dengan nama Sindelarat dan mengambil sudut pandang saudara tiri Sindelarat ini menggambarkan tentang kedengkian, kemarahan, nasib,

SIHIR PEREMPUAN - SEJAK PORSELAN BERPIPI MERAH ITU PECAH

Tentang sepasang suami istri yang tidak memiliki anak. Setiap hari mereka hanya ditemani oleh si Manis, kucing peliharaannya. Perlakuan si Ibu terhadap si Manis berubah sejak si Manis menjatuhkan Yin Yin dan membuat Yin Yin, boneka porselen berpipi merah dari Cina, tidak tampak sempurna dan ada cacat di sana sini. Sejak itu, si Manis tidak pernah diajak berbicara oleh Bapak dan Ibu hingga ketika si Manis menghilang pun mereka tak peduli dan tidak mencarinya. Cukup menyentuh. Lewat boneka Yin Yin penulis menggambarkan bahwa perempuan bukanlah pajangan yang hanya bisa ‘disimpan’. Perempuan pun ingin memiliki kebebasan dan melakukan hal-hal yang diinginkan.  Cerita ini juga memiliki tradisi dan budaya yang sangat sederhana yaitu, seorang pasangan ini mendapatkan rumah tua dari pemberian orangtuanya.